Judul : The Signs that can't lost
Chapter : 1
Rated : Fiction T
Genre : Angst/Hurt/Comfort
MainPair : Hermione G., Draco M.
Summary : Menarik lengan kemeja itu keatas. Tanda kegelapan di tangan Draco tak seperti yang lain. Tandanya masih terlihat baru berwarna hitam legam baru dibakar. Ada kemerahan disekitarnya bahkan tanda itu terlihat timbul. Abal pake banget sorry.
Ini ceritanya setelah mega war di Hogwarts. Tahun ke tujuh Hermione dan kawan-kawannya yang sempat tersendat gara-gara perang besar antara Voldemort dan Harry Potter. Prof Snape gak meninggal dia masih hidup karena saya gak kuat kalau Prof Snape gak ada hehe
Ini Fanfic pertama saya. Jadi mohon maaf sebesar-besarnya kalau fic ini terlalu memuakkan. Saya cuma pinggin cerita Harry Potter tetep ada meskipun udah tamat. Semoga kalian suka, Selamat membaca :D
Semuanya Punya J.K Rowling
Ini adalah akhir sekaligus awal yang baru. Perang besar telah berakhir dibawah kemenangan Harry Potter the-boy-who-lived. Semua telah beakhir dan kita yang benar akan selalu menang meskipun harus ada perjuangan dan pengorbanan yang begitu besar.
Hogwarts rusak berat akibat peperangan itu. Korban bayak berjatuhan, dan semua yang mati melawan Voldemort adalah ksatria tangguh. Mereka berani melawan takdir. Sekarang akan menjadi awal yang begitu fantastis. Aura kegelapan sudah hilang, status darah telah dihapuskan dan semua akan berjalan indah. Tapi benarkah akan menjadi lebih indah? Takdir yang bisa menjawabnya.
"Kau akan kembali ke Hogwarts Harry? Ku kira kau akan menerima tawaran menjadi Auror itu. Mengingat tawaran itu tidak memerlukan tes, dan kau juga payah saat menghadapi tes-tes tertulis dari pihak kementrian." Sesaat setelah Harry dan Hermione sampai di The Burrow, Ron sudah mulai mengoceh dengan nada sama seperti ibunya.
Belum sempat Harry protes, suara lain sudah menimpalinya.
"Dia belum rela meninggalkan Ginny, Ron" Goda Hermione sambil terkekeh jahil.
Trio Gryffindor ini akan kembali untuk melanjutkan tahun terakhir mereka di Hogwarts yang tertunda gara-gara Voldemort si hidung pesek itu. Mereka akan kembali dan memulai tahun terakhir yang pastinya tak akan setegang seperti saat Si pesek masih ada.
"Ya, ya, ya. Kau memang tau segalanya, Mione. Kudengan kau menjadi Ketua murid putri tahun ini." Harry memulai pembicaraan mereka disela waktu makan siangnya.
Ron yang sedari tadi makan dengan lahap kini, mulai berhenti memasukkan makanan ke mulutnya "Apvaa? kwaftak mebevritahukfu mione" –Apa?kau tak memberi tahuku mione-
Hermione memutar matanya bosan. Sampai kapan pria ini bisa menahan untuk tak bicara saat mulutnya sedang penuh. Sudah bertahun-tahun mereka bersama dan kebiasaan menjijikan itu tak pernah hilang.
"Berapakali kubilang Ron. Telan dulu makananmu, baru bicara" Dia mendengus kesal "Ya benar aku menjadi Ketua murid putri, Harry! Ini suratnya. Kau pasti yang menjadi patnerku" Hermione berkata cepat tak sanggup menahan rasa senangnya.
"Tidak, bukan aku patnermu Mione. Lagian aku tak akan mau untuk menguras energiku untuk melakukan patroli seperti tahun ke lima lalu"
"Bukan kau?"
Harry menggeleng. Hermione menoleh ke arah Ron yang tetap makan dengan lahap sambil tersenyum, terlintas dipikarannya kalau Ron akan menjadi patnernya mengingat dia adalah orang yang tangguh saat berperang. Tapi setelah mengingat begitu bodohnya sahabatnya ini Hermione tak yakin. 'Tak mungkin Ron' batinnya.
Besok adalah hari terbesar mereka semua yang akan kembali ke Hogwats. Dunia sihir akan berubah selamat tinggal Voldy tampan. Stasiun King cross 9 ¾ sudah penuh dengan banyaknya para murid yang siap untuk pulang ke pelukan Hogwarts tersayang. Perjalanan menuju Hogwarts sungguh menengangkan pemandangan indah, euforia kemenangan masih terasa disini. Semua sangat antusias bercerita tentang semua peristiwa saat voldemort kalah.
"Ku dengan Malfoy juga kembali" terdengan nada Ron begitu muak.
"Sudahlah, Ron. Ku harap kau masih ingat kalau dia dan ibunya yang membantuku" Jawab Harry santai.
"Kau terlalu cerewet, Ron" Ginny adik perempuan-ron- satu-satunya ikut bicara.
"Yap, sampai kapan kau akan terus uring-uringan, Ron"
"Kalian mengapa membela ferret itu"
Hermione hanya memutar bola matanya. Sungguh kekanak-kanakan sikap Ron ini. Tapi Hermione juga memikirkan sesuatu apakah Draco akan berubah? Lalu ia kembali ke bukunya. Draco memang berkali-kali menunjukkan pronya terhadap Orde. Hanya saja tertutup akan statusnya sebagai pelahap maut. Draco tak memberitahu pada Bellatrix saat Harry yang mukanya rusak tetangkap di Manor padahal ia tahu. Draco mencegah saat Creebe akan membunuh Harry. Draco tak membunuh Dumbledore.
Draco tak berniat menjadi pembunuh. Harry tau itu semua. Perjalanan dihiasi dengan guyonan Ron, Harry, Ginny. Apalagi Ginny dan Harry terlihat begitu mesra. Ron hanya bisa mendengus kesal karena Ginny yang notabene adiknya sendiri terus membela
Harry dan menyudutkan dirinya Sungguh hiburan yang sangat lucu. Mereka sungguh terlihat begitu senang.
.
.
.
"Well, kenapa kau kembali ke sini pirang? Tak malukah kau. Menyedihkan" Nadanya sungguh membuat orang yang diajak bicara itu hampir mau menonjok tepat di mukanya. Tapi ia tahan. Harry menyikut Ron.
"Oh, morning Redhead. Tak bisakah kau tutup mulut saja?" Draco menjawab dengan nada datar dan dingin khasnya.
"Harusnya kau tak usah kembali kesini. Kau sungguh tak pantas"
Draco melempar deathglarenya ke Ron. Dia mati-matian menahan emosinya saat ini. 'Kau tak akan pernah mengerti Wesel bodoh' batinya. Kini dia mengalihkan pandangannya ke Harry dan Hermione.
"Hey Potty, Semak. Lama tak jumpa. –Harry dan Hermione mendengus tak berubah rupanya- Terimakasih Potter aku hargai semua yang kau perbuat"
Harry dan Hermione yang awalnya kesal kini bengong. Ada yang berubah dari Draco. Nada bicaranya berubah dan dia bisa mengucapkan terimakasih! Sungguh mencengangkan. Sesaat kemuadian Draco pergi meninggalkan mereka.
"Kau percaya itu, Harry? Dia berterimakasih" Alis Hermione bertautan.
"Ya, ini sungguh kemajuan. Kurasa dia akan berubah"
"Dia masih mengejek kita kau ingat! Tak akan ada yang berubah dari Malfoy" Sungguh Ron sepertinya sangat benci pada pangeran Slytherin itu.
Semua murid berkumpul di Aula besar untuk makan malam. Sambutan kepala sekolah mengema suara Prof. Mcgonagall terdengan begitu berwibawa. Acara selanjutnya ada penyeleksian asrama untuk murid kelas satu. Tepuk tangan terdengar riuh saat nama asrama disebutkan.
Prof. Snape ada disana. Semua orang telah mengetahui tentang kebenarannya bahwan Snape adalah salah satu mata-mata Voldemort. Ia berhasil selamat dari serangan Nagini berkat Hermione. Semua orang menyanjungnya tapi ia masih saja seperti dulu tak berekpresi. Sedangkan di sebrang meja Gryffindor para Slytherin juga ikut merayakannya. Hanya seorang yang terlihat sama datarnya seperti Prof. Snape siapa lagi kalau bukan Draco Malfoy. Hermione sedari tadi memperhatikannya, ia tahu kalau Draco sekarang tertekan, apalagi statusnya yang pelahap maut terus menempel. Banyak yang membencinya khususnya para Gryffindor.
Tepuk tangan meriah sangat terdengar keras. Sortir Cap juga berulangkali berteriak
GRYFFINDOR!
SLYTHERIN!
HEFFLEPUF!
RAVENCLAW!
Tawa bahagia tergambar jelas di wajah para murid kelas satu. Mereka berhasil masuk ke asrama yang mereka inginkan. Hermione menatap murid kelas satu teringat akan dirinya dulu. Tapi tak berapa lama ia mengalihkan pandangan lagi ke pemuda Slytherin Draco Mlafoy, tampaknya Draco sangat tak antusias ia hanya bertopang dagu dan melamun. Hermione masih menatapnya.
Ditengah riuhnya tepuk tangan para Gryffindor karena ada murid lagi yang masuk di Asrama itu tiba-tiba terdengar teriakan.
"AAAAGGGGHH!"
"Kau tak apa Drake?" tanya Blaise
Draco tak menjawab hanya memegang tangan kirinya. Rasa sakit menjalar ditubuhnya. Erangan kesakitan terdengar lagi. Hermione yang mengetahui itu terlihat bingun .Tak terlalu terdengar memang, karena tepuk tangan yang terus bersautan. Hermione memandang pria itu, tampak raut kesakitan yang sungguh-sungguh 'Ada apa sebenarnya?'
Tiba-tiba Draco berlari keluar Aula Besar. Sambil terus memegang tangan kirinya. (Read:Meremas kuat) langkahnya sedikit goyah. Blaise langsung beranjak dan mengikutinya.
Hermione bingung ada apa dengan tangan Draco? Tadi dia tak apa. Mengapa sekarang dia seperti begitu kesakitan? Bahkan berjalanpun tak bisa setegap biasanya.
Tanpa sadar Hermione beranjak dari tempat duduknya.
"Kau mau kemana, Mione?" tanya Ginny
"Aku mau ke kamar mandi, Gin. Tunggu sebentar"
Ia tak menoleh dan berjalan setengah berlari. Ginny mengira mungkin Hermione sedang kebelet puup hehe.
Hermione berjalan lebih cepat berlari malahan karena dia kehilangan jejak Draco. Tiba-tiba ada teriakan lagi. Teriakan yang sama seperti yang ia dengar dimeja Slytherin. Dia makin memacu larinya mengikuti suara teriakan itu. 'Dari koridor dekat kelas Transfigurasi' batinya.
Ia kemudian berhenti mendapati dua orang laki-laki disana.
"Ada apa? apa yang terjadi Zabini?" tanya Hermione
Draco tak memedulikan siapa yang datang. Ia terus menahan rasa sakit di tangan kirinya yang sekarang menjalar ke dada. Badannya pun merosot.
"Aku tak tahu, Granger. Tiba-tiba dia seperti kesakitan"
"Ayo bawa ke Hospital Wing"
Tangan Hermione mencoba menggapan lengan kanan Draco. Tapi Draco menepisnya kasar.
"Pergi dari sini bodoh! Jangan sentuh tubuhku"
"Aku hanya membantumu idiot"
Mata Draco menatap tajam ke arah Hermione. Nafasnya berat tersenggal-senggal. Draco menerobos meninggalkan Hermione dan Blaise.
"Antarkan aku.. ke asrama.. Blaise" ucapannya tersengal-senggal.
Hermione menarik sekali lagi lengan pemuda itu. Ia tak takut, yang ia lakukan sekarang benar. Hermione harus mengantarkannya ke Hospital Wing titik!
Draco berontak. Tapi rasa sakitnya terus menjalar membuat badanya limburuk. Blaise dengan cekatan menangkapnya.
"Tak. usah ikut. campur, Granger. Pergilah. Aku tak butuh bantuanmu." "Cepat antarkan aku ke asrama, Blaise. Sshhhhitt" Draco terus menahan sakitnya.
Mereka berjalan menuju asrama Slytherin. Mata Hermione terus memandangi punggung pria itu. Jalannya sungguh goyah seperti akan pingsan.
"Kau kenapa mate?" Tanya Blaise
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar